Critical Theory and English School
Setelah sebelumnya kita telah membahas dan memahami mengenai pemahaman teori kritis, asal usul teori kritis, asumsi-asumsi dari kaum neomarxisme terhadap teori kritis, dan kontribusinya terhadap studi hubungan internasional. Dalam review kali ini penulis akan membahas kembali mengenai teori kritis dan bahasan baru mengenai english school.
Teori-teori kritis pada awalnya merujuk pada serangkaian pemikiran mereka yang tergabung dalam sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an, yang kemudian dikenal sebagai Die Frankfurter Schule atau Frankfurt School. Pemikiran mereka banyak memperoleh inspirasi dari, atau didasarkan atas, pemikiran tokoh-tokoh seperti Georg Hegel, Max Weber, Emmanuel Kant, Sigmund Freud, serta tidak bisa dilepaskan dari konsepsi pemikiran Karl Marx. (http://docs.docstoc.com/)
Namun mazhab Frankfurt telah berkembang dinamis melalui beberapa generasi pemikiran, dan memproduksi sejumlah varian pemikiran, sehingga secara keseluruhan memperlihatkan bahwa mazhab ini bukan merupakan suatu kesatuan pemikiran yang monolitik. Hingga kini sekurangnya, Frankfurt School telah mencakup 3 (tiga) generasi pemikiran. Yang pertama, yang seringkali disimpulkan dalam label “school of Western Marxism” (Held, 1980; hal. 13) dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse. Tokoh psikoanalis, Erich Fromm dan Sigmund Freud juga dinilai sebagai bagian dari generasi pertama Teori-teori kritis. Generasi kedua, antara lain telah mencuatkan nama-nama seperti Jurgen Habermas. Karya-karya pemikiran Habermas dengan jelas menunjukkan adanya perbedaan epistemologis yang cukup mendasar dibanding konsepsi yang dimiliki para pendahulunya, meskipun tetap mempertahankan tradisi serta cirinya sebagai bagian dari teori kritis. Dan yang terakhir, generasi ketiga, merujuk pada tokoh-tokoh seperti Axel Honeth. Namun kini lingkup teori-teori kritis telah makin meluas, mencakup ataupun menjadi dasar rujukan sebuah analisis kritis dari pakar seperti Jacques Lacan (psikoanalisis), Roland Barthes (semiotik and linguistik), Peter Golding, Janet Wasko, Noam Chomsky, Douglas Kellner (ekonomi-politik media), hingga berbagai tokoh dalam topik masalah gender, etnisitas dan ras, postkolonialisme, dan hubungan internasional. (http://docs.docstoc.com/)
Tujuan dari teori kritis ini sendiri adalah untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi serta mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori kritis menggunakan metode reflektif dengan melakukan kritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan. (http://msugiono.staff.ugm.ac.id/)
Lalu apa hubungan teori kritis dengan English school? Apakah teori kritis juga melontarkan kritikan terhadap English school tersebut? Namun, sebelum menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan memberikan gambaran umum mengenai English school.
English school adalah sebuah istilah yang ada pada sekitar tahun 1970an untuk mendeskripsikan sekelompok masyarakat terutama di Inggris yang menginspirasi para scholars untuk menganalisis masyarakat internasional sebagai objek utamanya. (Linklater & Suganami, 2006:84). Sejak tahun 1990-an, English school telah mendapatkan masa pencerahan yang sebagian besar karena upaya Barry Buzan, Richard Little dan sejumlah sarjana lain. English school tetap menjadi salah satu pendekatan yang paling penting untuk politik internasional meskipun pengaruhnya mungkin lebih besar di Britania Raya daripada di sejumlah masyarakat di belahan dunia lain.
English school, dalam terminologi Martin Wight, salah seorang tokoh utamanya, merupakan “perantara” antara realisme dan liberalisme. Perspektif ini berada di tengah-tengah antara kedua perspektif teoretis tersebut. Posisi dimana English school berfungsi sebagai perantara ini tidak menggambarkan English school sebagai sebuah perspektif teoretis yang berusaha untuk mengkombinasikan realisme dan liberalisme, melainkan menggambarkan semata-mata bahwa English school memiliki elemen-elemen penting dari kedua perspektif teoretis yang berbeda tersebut. Seperti halnya realisme, English school mengakui adanya anarki dalam hubungan internasional dan bahwa setiap negara harus mengupayakan sendiri sendiri keamanan dan kelangsungan hidupnya. Oleh karenanya konflik atau kompetision seringkali terjadi di antara negara-negara yang sama-sama mengejar kepentingan mereka. Tetapi, English school tidak mengidentikkan kondisi anarki dengan kondisi perang. Ada tatanan dalam hubungan internasional. Disamping itu, para pendukung English school menekankan perlunya reformasi global sehingga memungkinkan tercapainya keadilan sosial internasional dan perlindungan hak asasi manusia. (http://msugiono.staff.ugm.ac.id/)
Tujuan utama English school adalah menjelaskan keberadaan tatanan yang berkembang di antara berbagai komunitas politik yang merdeka tanpa harus mengacu pada otoritas sentral yang lebih besar, seperti kondisi anarki. English school menunjukkan bahwa dalam sejarah terdapat beberapa contoh tentang berkembangnya masyarakat internasional, sekalipun hanya berlangsung dalam periode yang sangat singkat. Periode-periode sejarah Cina kuno, Yunani-Romawi dan modern menggambarkan keberadaan tiga masyarakat internasional dalam sejarah umat manusia. Ketiga masyarakat internasional tersebut memiliki karakter yang sama, yakni masing-masing memiliki kesamaan linguistik dan kultural. (http://msugiono.staff.ugm.ac.id/)
Ada 3 cara dalam memaknai kontribusi English school dalam dunia hubungan internasional. Pertama dari pendapat yang diutarakan oleh Barry Suzan bahwa English school adalah “sebuah subyek yang ter-‘underexploited”. Suzan juga mengatakan bahwa bahwa English school telah diakui sebagai suatu pandangan dunia yang berbeda dan banyak menawarkan berbagai macam disiplin.
Kritik Terhadap English school
Ternyata English school juga mendapatkan krittikan dari teori kritis. Pertama disampaikan oleh pandangan kaum realisme yang menyatakan bahwa bukti dari norma internasional sebagai penentu kebijakan dan perilaku negara adalah lemah atau tidak kuat. Kedua disampaikan oleh kamu liberal yang menyatakan bahwa tradisi masyarakat internasional dalam pandangan English school mengabaikan politik domestik dari sebuah negara yaitu demokrasi dan tidak dapat menjelaskan perubahan progresif dalam politik internasional. Ketiga berasal dari EPI bahwa masyarakat internasional gagal memberikan penjelasan tentang hubungan ekonomi internasional. (Jackson & Sorensen, 2009:215)
Kesimpulan
Dari review diatas mengenai teori kritis dan English school dapat disimpulkan bahwa Teori-teori kritis pada awalnya merujuk pada serangkaian pemikiran mereka yang tergabung dalam sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an, yang kemudian dikenal sebagai Die Frankfurter Schule atau Frankfurt School. Dari perkumpulan sejumlah scholars di Frankfurt school didapatkan suatu kesepakatan atau biasa yang disebut dengan Mazhab Frankfurt. Tujuan dari teori kritis ini sendiri adalah untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi serta mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Lalu, mengenai English school. English school adalah sebuah istilah yang ada pada sekitar tahun 1970an untuk mendeskripsikan sekelompok masyarakat terutama di Inggris yang menginspirasi para scholars untuk menganalisis masyarakat internasional sebagai objek utamanya. English school, dalam terminologi Martin Wight, salah seorang tokoh utamanya, merupakan “perantara” antara realisme dan liberalisme. Tujuan utama English school adalah menjelaskan keberadaan tatanan yang berkembang di antara berbagai komunitas politik yang merdeka tanpa harus mengacu pada otoritas sentral yang lebih besar, seperti kondisi anarki. Disisi lain, ternyata masyarakat internasional dalam pandangan English school mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Pertama dari kaum realis, kedua liberalis, dan dari pandangan EPI.
Daftar Pustaka
Griffiths, Martin.2007. International Relations Theory for the Twenty-First Century: An introduction.USA & Kanada: Routledge
Held, David.1980. Introduction to Critical Theory: Horkheimer to Habermas. London, Melbourne, Sydney: Hutchinson
Jackson, Robert & Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Linklater, Andrew & Suganami, Hidemi. 2006. The English school of Irnternational Relation : A Contemporary Reassasment. New York : Cambridge University Press
Rasionalisme-English School http://msugiono.staff.ugm.ac.id/mkuliah/handout-pi/Handout%205%20English%20School.doc [25 Mei 2010]
Teori Kritis.http://msugiono.staff.ugm.ac.id/mkuliah/handout-pi/Handout%206%20Teori%20Kritis.doc, [15 Mei 2010]
Teori Kritis Jurgen Habermas: Asumsi-Asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial.http://docs.docstoc.com/orig/2220169/a014023c-25fe-4339-ba35-be5098396b74.pdf [25 Mei 2010]
0 komentar:
Posting Komentar