Rabu, 18 Januari 2012

Hubungan Indonesia dengan Australia


Suatu negara dalam menjalankan politik luar negerinya pasti menginginkan agar kepentingan nasional negaranya tersebut dapat tercapai dengan baik. Begitu pula dengan Indonesia. Indonesia yang memiliki prinsip bebas aktif dimana bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power) sedangkan aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain dalam menjalankan politik luar negerinya. Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia menjalin hubungan kerjasama baik dalam wilayah regional maupun wilayah internasional.
Dinamika Hubungan RI dengan Australia
Awal mula hubungan Indonesia dan Australia terjadi karena Australia merupakan salah satu negara Barat yang simaptik terhadap perjuangan Indonesia yang ingin lepas dari belenggu penjajahan dan mencapai suatu kemerdekaan.  Dinamika hubungan Indonesia dengan Australia bersifat naik-turun kadang kala hubungan kedua negara ini membaik tapi tidak jarang juga bersitegang. Hubungan Australia dan Indonesia menjadi beku karena Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri terkesan militan. Hubungan Indonesia dan Australia kembali membaik setelah kejatuhan rezim orde lama yang dipimpin Soekarno dan munculnya Soeharto, dan juga sebelum masalah Timor Timur menjadi isu utama antara Australia dan Indonesia. (115)
Ketegangan hubungan kedua negara ini dimulai pada tahun 1974, ketika itu Portugal mengalami “revolusi” yang menghasilkan keputusan untuk memberikan pemerintahan sendiri kepada koloninya yaitu Timor Timur. Proses dekolonisasi tersebut jauh dari lancar. Mengapa? Karena pemerintah Indonesia takut Timor Timur akan menjadi kuba di Asia Tenggara karena kemunculan Fretilin di Timor Timur yang berhaluan kiri yang mengancam stabilitas politik Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melakukan intervensi terhadap Timor Timur dan memasukkan wilayah Timor Timur menjadi wilayah Indonesia. (116)
Pada tahun yang sama pula, Perdana Menteri Australia Gough Whitlam mengunjungi Indonesia dan mengetahui kabar bahwa Timor Timur masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia dan Australia juga tidak keberatan dan mendukung tindakan Indonesia tersebut. Namun, hubungan kedua negara tersebut menegang karena Australia menolak cara Indonesia yang melakukan kekerasan dalam menduduki wilayah Timor Timur. Faktor lain yang menyebabkan kedua negara tersebut menegang karena disinyalir wartawan Australia dibunuh oleh tentara Indonesia saat meliput invasi Indonesia ke Timor Timur. Namun demikian, Australia berupaya memperbaiki hubungan dengan Indonesia. (116)
Pada tahun 1976 setelah peristiwa integrasi Timor Timur, Perdana Menteri Australia Malcolm Fraser, membuat sebuah pertanyaan yang membuat gusar Indonesia meskipun Australia menyatakan hal tersebut merupakan kesalahpahaman. Untuk memperbaiki hubungan kedua negara tersebut Fraser mengunjungi Indonesia dan memberikan pujian kepada Indonesia serta membuat pernyataan yang menyatakan bahwa Austalia mengakui integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia secara de jure. Hubungan kedua negara tersebut kembali menegang di tahun 1977 ketika mantan konsul Australia di Timor Timur, James Dunn, memberikan kesaksian di depan Senat Amerika atas kekejaman Indonesia di Timor Timur dan pemerintah Indonesia melakukan protes akan hal tersebut. (117)
Pada tahun 1984, Indonesia kembali marah terhadap Australia atas kunjungan Perdana Menteri Fretilin ke Australia. Indonesia memandang pemberian visa kepada Jose Ramos Horta sebagai tindakan bermusuhan. Situasi juga semakin memburuk ketika Menlu Australia Bill Hayden, berkomentar dalam suatu wawancara akan terus mengkritik Indonesia selama kegiatan-kegiatan “pasukan kematian” (death squad) terus berlangsung di Timor Timur. Hal lain yang menyebabkan kedua negara tersebut bersitegang karena antagonisme Pemerintah Indonesia dan pers Australia yang terus mengkritik kebijakan politik luar negeri Indonesia di Timor Timur. (118)
Pada tahun 1986, seorang editor Sydney Morning Herald bernama Jenkins menulis sebuah artikel yang kembali membuat marah pemerintah Indonesia, yang berisi mengungkapkan jaringan usaha keluarga soeharto. Dampak dari peristiwa tersebut adalah seluruh wartawan Australia dilarang masuk ke wilayah Indonesia, turis Australia yang memasuki Indonesia tanpa visa akan dipulangkan tapi kewenangan tersebut dicabut oleh pemerintah Indonesia. (118)
Namun setelah Ali Alatas menjadi Menteri Luar Negeri, hubungan Indonesia dan Australia berubah menjadi berarti, salah satu sebabnya adalah hubungan pribadi yang baik antara Alatas dengan beberapa pemimpin Australia, terutama Menlu Gareth Evans. Para Menteri Australia mulai berkunjung lagi ke Indonesia yang kemudian dibalas dengan kunjungan Kepala Staf Angkatan Darat Indonesia ke Australia. Namun, pada bulan November 1991, peristiwa Timor Timur kembali muncul ketika pembantaian besar-besaran masyarakat Timor Timur oleh oknum-oknum Indonesia yang menyebabkan hubungan kedua negara bersitegang kembali. (120)
Perdana Menteri Australia yang baru, Paul Keating, berkeinginan memperbaiki hubungan Indonesia dan Australia yang ditandai dengan kunjungan beliau untuk menbicarakan pembentukan “suatu dasar yang kuat bagi kedua negara”. Sikap Keating tersebut membuahkan hasil dan Australia menandatangi perjanjian keamanan dengan Indonesia, dan sepakat bahwa kedua negara akan berkonsultasi secara teratur mengenai masalah keamanan bersama dan untuk mendorong kerjasama keamanan. (121)
Seberapa Strategis Posisi Australia Bagi Indonesia
Indonesia memandang Australia sebagai mitra strategis dalam menjalankan hubungan kerjasama. Indonesia juga memandang Australia sebagai mitra strategis yang memiliki kekuatan, tantangan dan komitmen baru kedua negara untuk bekerja lebih erat, baik pada tataran bilateral, regional maupun global. Kedua negara demokratis merupakan teman dekat dan memiliki sejarah panjang dalam menjalin hubungan kerjasama dan sebagai mitra dalam memajukan kesejahteraan, perdamaian dan keamanan di kawasan dan sekitarnya. Kerja sama antara Pemerintah Australia-Indonesia dan hubungan antara kedua bangsa telah semakin meningkat. Pemerintah kedua negara bekerja keras untuk membina saling pengertian antara bangsa Indonesia dan Australia. Sehubungan dengan hal tersebut, sedang dikembangkan hubungan yang lebih akrab dalam perniagaan, politik, pendidikan, kesenian, media dan komunikasi, olahraga dan profesi. www.dfat.gov.au
Di bidang pertahanan keamanan Australia dan Indonesia membuat Perjanjian Pertahanan Keamanan. Perjanjian tersebut dibuat karena kedua negara ingin memperkuat persahabatan yang ada di antara keduanya. Perjanjian itu juga mengakui pentingnya jaminan perdamaian dan stabilitas kawasan sebagai cara untuk menjamin adanya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan bagi kedua negara. Kedua negara menyepakati bahwa para menteri negara akan secara tetap berkonsultasi mengenai masalah-masalah keamanan, mereka akan saling berkonsultasi jika terjadi tantangan yang sifatnya bermusuhan terhadap kepentingan keamanan bersama, dan mempertimbangkan tindakan individual atau tindakan bersama yang mungkin diambil, dan mereka akan bekerjasama dalam masalah-masalah keamanan. Serta baru-baru ini kedua negara menyambut baik kerjasama institusi terkait dalam mengimplementasikan komitmen dan mandat Traktat Lombok dan Rencana Aksinya, termasuk melalui penyelesaian negosiasi ”Pengaturan antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Departemen Pertahanan Australia untuk Implementasi Traktat Lombok dan Rencana Aksi Kerjasama Pertahanan. www.austembjak.or.id
Di bidang ekonomi Indonesia dan Australia dengan gembira mengumumkan kesepakatan untuk memulai negosiasi Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Dalam menanggulangi tantangan masalah penyelundupan manusia dan perdagangan orang yang kompleks, Indonesia dan Australia menegaskan kembali komitmen untuk bekerjasama lebih erat dalam kerangka Bali Process, dan secara bilateral dalam kerangka Traktat Lombok, termasuk melalui Kerangka Kerja Implementasi Untuk Kerjasama Pemberantasan Penyelundupan Orang dan Perdagangan Manusia. Dalam semangat kerjasama, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerjasama antar kepolisian dalam upaya untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan lintas negara, dan memperkuat upaya kontra-terorisme, pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas, khususnya dalam memberantas terorisme. www.austembjak.or.id
Indonesia dan Australia menegaskan kembali komitmen mereka terhadap Kemitraan Pembangunan Indonesia Australia senilai A$2,5 milyar untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Kedua pemimpin mengakui keberhasilan kemitraan ini, yang dapat dilihat dari kerjasama kedua negara untuk meningkatkan akses pendidikan dasar, meningkatkan kesehatan ibu dan anak di kawasan Indonesia timur, mengurangi HIV/AIDS, menyediakan air dan sanitasi untuk keluarga miskin dan memperkuat Program Nasional Pemberdayaan Mandiri (PNPM) Indonesia. www.austembjak.or.id

Hubungan Indonesia Dengan Negara-Negara Asia Tenggara


Suatu negara dalam menjalankan politik luar negerinya pasti menginginkan agar kepentingan nasional negaranya tersebut dapat tercapai dengan baik, begitu pula dengan Indonesia yang memiliki prinsip bebas aktif dimana bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power) sedangkan aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormatkedaulatan negara lain dalam menjalankan politik luar negerinya. Politik luar negeri sendiri menurut Undang-Undang no.37 tahun 1999 adalah kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi, internasional, subjek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai kepentingan nasional.
Kepentingan Strategis yang Ingin Diraih RI di Kawasan Asia Tenggara
Dalam menjalankan politik luar negerinya tersebut Indonesia juga menggunakan Associative Diplomacy dimana Associative Diplomacy sendiri juga digambarkan sebagai upaya-upaya oleh suatu negara atau kelompok-kelompok negara untuk mengembangkan hubungan signifikan dalam sebuah kerangka kerja dengan negara-negara lain atau kelompok negara-negara lain yang diluar transaksi atau hubungan rutin (Barston, 1988). Dalam hal ini, Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara membuat sebuah organisasi yang kita kenal dengan ASEAN. Sejak awal berdirinya ASEAN, Indonesia telah mempromosikan suatu bentuk kehidupan masyarakat regional di Asia Tenggara yang menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta konsultasi dan mengutamakan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Indonesia juga memiliki peran penting dalam pembentukan beberapa perjanjian dan modalitas di ASEAN antara lain Declaration on Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN, 1971), ASEAN Concord (1976), ASEAN Declaration on South China Sea (1992), ASEAN Regional Forum (ARF, 1995) dan ASEAN Community (2003). (www.theglobal-review.com)
            Selain itu juga, Indonesia akan mengintensifkan pelaksanaan kerja sama yang sudah ada dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia di kawasan Asia Tenggara yang juga merupakan anggota ASEAN, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Filipina dengan membangun membangun IMTGT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle), serta SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau). Peranan Indonesia di Asia Tenggara diperkuat dengan partisipasinya untuk menyelesaikan konflik di Kamboja dan Filipina Selatan serta ikut menjadi anggota dalam pasukan perdamaian PBB. (www.deplu.go.id)
Strategi Republik Indonesia di Asean
Indonesia memiliki peran yang cukup penting di ASEAN, maka dari itu Indonesia harus memiliki kebijakan-kebijakan tertentu untuk membentuk  hubungan kerjasama pada negara-negara yang tergabung didalamnya agar dapat memenuhi kepentingan nasionalnya. Presiden RI menjelaskan bahwa ada tiga langkah utama yang akan dilakukan oleh Indonesia.
Pertama, Indonesia akan membangun konektivitas domestik. Membangun konektivitas domestik adalah membangun infrastruktur, transportasi, dan telekomunikasi yang menghubungkan pulau-pulau terbesar Indonesia. “Pembangunan itu akan  menghubungkan Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,” ujar Presiden RI.
Kedua, Indonesia akan mengintensifkan pelaksanaan kerja sama yang sudah ada dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Filipina. “Kita juga aktif membangun IMTGT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle). Selain itu, ada juga SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau).  Di kawasan timur ada kerja sama antar Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina, dan East Asia Growth Area. Itu juga konektivitas dan berjalan,” tegas Presiden RI.
Ketiga, Konektivitas ASEAN tidak hanya merupakan pembangunan fisik, tetapi juga menghubungkan antarmasyarakat dan lembaga. Dijelaskan oleh Presiden RI, “Konektivitas tidak hanya konektivitas fisik,  tetapi juga antar lembaga, sistem, manusia, dan sebagainya. Oleh karena itulah kita lakukan strategi total untuk membangun konektivitas dalam negeri yang lebih andal sekaligus kita menjadi bagian dalam membangun konektivitas kawasan.” (www.deplu.go.id)
Posisi Indonesia yang strategis dapat menentukan peran Indonesia pada lingkup regional dan global. Dalam politik luar negerinya Indonesia harus membangun strategi tertentu dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Di ASEAN Indonesia juga menetapkan kiat-kiat khusus, yakni dengan membangun ‘konektivitas’. Indonesia membangunnya dari tingkatan dasar, yaitu pada tingkat domestik. Konektivitas tersebut dapat berupa infrastruktur, transportasi dan telekomunikasi. Diharapkan melalui konektivitas tersebut dapat berkembang juga pada tingkat regional hingga tingkat global.
Dinamika hubungan politik luar negeri RI – Malaysia
            Hubungan Indonesia dan Malaysia pada dasarnya memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, dan kepentingan rakyat. Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah menapaki usia 52 tahun. Bahkan, hubungan tradisional kedua negara terbangun sejak lama. Sederhananya, hubungan dua negara ini diikat berdasar hubungan diplomatik (politik antarnegara), geografis (posisi sebagai negara bertetangga), dan kultural (rumpun Melayu). Tiga dimensi tersebut saling menopang dengan yang lain untuk membentuk sebuah pola hubungan yang unik. Namun, dalam realitasnya tidak serta-merta modal besar tersebut terwujud dalam hubungan yang harmonis. Selalu saja muncul berbagai peristiwa dan permasalahan silih berganti menguji hubungan kedua negara.
Beberapa kontroversi terus menerpa hubungan Indonesia dengan Malaysia sebelum pemerintahan orde baru muncul. Seperti yang kita ketahui, era orde baru pada kenyataannya telah membawa perubahan besar bagi hubungan politik luar negeri indonesia saat itu, dimana indonesia berusaha membangun citra yang baik di mata internasional terutama kawasan ASEAN guna melancarkan kepentingan pembangunan ekonomi yang sempat mengalami krisis pada era pemerintahan presiden soekarno.
Hubungan Indonesia Malaysia yang pertama kali dikenal dalam konstelasi politik regional, diawali dengan konfrontasi Indonesia vs Malaysia. Persamaan rumpun (melayu), sejarah, letak geografis serta persamaan bahasa yang sama tidak menjadikan Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang sangat baik dan berlangsung secara harmonis, bahkan hubungan Indonesia sangatlah buruk ketika itu. pada saat era presiden Soekarno, politik “Ganyang Malaysia” yang dikeluarkan sebagai senjata untuk memberontak sekaligus menentang pembentukan persemakmuran Inggris, federasi Malaysia. Malaysia dinilai sebagai bentuk pengaruh imperialisme barat yang disebarkan oleh Inggris, dan kemudian, memberikan suatu ide “Konfrontasi” yang bersifat radikal terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang dikeluarkan presiden Soekarno pada masa Orde Lama dimana kemudian berujung pada keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB karena ketidak puasan pemerintah Indonesia terhadap kebijakan-kebijakan PBB mengenai hubungan indonesia dengan malaysia.
Pada era orde baru dimana soekarno telah lengser disebabkan adanya pemberontakan G30S PKI dimana kemudian pemerintahan soekarno beralih pada pemerintahan presiden Soeharto yang mana kemudian beliau berusaha mengembalikan citra baik indonesia dimata internasional, salah satunya dengan cara mengembalikan dan memperbaiki hubungan luar negeri dengan negara-negara tetangga khususnya hubungan RI dengan malaysia serta hubungan RI dengan PBB dimana indonesia kemudian menyatakan diri kembali kedalam keanggotaan PBB hingga saat ini. Selama pemerintahan orde baru, hubungan Indonesia dan malaysia berjalan cukup harmonis dan jarang timbul konflik serta permasalahan diantara keduanya. Dalam menjalankan hubungan bilateral dua negara pada saat itu, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah memiliki suatu mekanisme komunikasi yang sifatnya langsung dan akrab serta kerjasama yang cukup solid dalam menangani berbagai isu yang berkembang, baik di tingkat bilateral, regional maupun global.
Namun, perjalanan hubungan diplomatik antarnegara bertetangga memang tidak selalu berjalan mulus dan lancar. kondisi objektif hubungan dua negara yang mempunyai kedekatan geografis, historis, sosial budaya dan kekerabatan, pada dasarnya merupakan kekuatan yang lebih memperkuat persahabatan itu sendiri. Akan tetapi faktor kedekatan itulah yang justru menyimpan potensi-potensi yang dapat menimbulkan gesekan (friction), seperti pernah diucapkan oleh Presiden SBY, bahwa Indonesia tidak akan pernah ribut dengan negara seperti Irlandia di Eropa atau juga negara Uruguay di Amerika Latin, tetapi problem itu muncul dengan negara tetangga disebelah kita. Berbagai isu  muncul dan menghiasi hubungan kedua negara beberapa waktu terakhir ini, dimana hal ini merupakan bagian dari dinamika hubungan luar negeri yang semakin berkembang.
Sepanjang 2009 hingga 2010, setidaknya ada tiga isu besar yang layak diangkat. Yaitu menyangkut klaim kebudayaan, hubungan warga kedua negara dan kasus TKI, serta persoalan sengketa batas wilayah. Pertama, persoalan klaim kebudayaan. Beberapa persoalan memang muncul sejak beberapa tahun lalu. Namun, isu tersebut cenderung muncul terus-menerus. Karena itu, persoalan tersebut menghiasi sebagian besar daftar permasalahan kedua negara sepanjang tahun ini, seperti belakangan ini gencar disinggung oleh klaim budaya melalui propaganda pariwisata Malaysia yang mana malaysia mengecam tari pendet, tari tradisional daerah Bali dan reog ponorogo sebagai budaya asli negaranya yang kemudian menyulut permasalahan kedua negara.  Kedua, hubungan warga kedua negara dan kasus TKI. Kedua hal tersebut merupakan persoalan yang akan senantiasa muncul dalam hubungan kedua negara. Jika melihat komposisi masyarakat dan pekerja Indonesia di Malaysia yang mencapai 2 juta orang, wajar akan muncul beragam persoalan. Terutama mengenai sikap Malaysia sebagai tuan rumah maupun perilaku warga dan pekerja Indonesia sebagai pendatang. TKI mendominasi 62,8 persen di antara keseluruhan pekerja asing di Malaysia. Karena posisinya itu, setiap kasus yang berkenaan dengan TKI menjadi sangat sensitif, dan kerap menyulut gesekan dan konflik antar kedua negara. Ketiga, mengenai sengketa wilayah. Persoalan yang telang berlangsung puluhan tahun ini kembali menghangat seiring ketegangan yang berlaku di Blok Ambalat. Pemicunya adalah insiden yang melibatkan patroli tentara laut kedua negara. Ketegangan politik dan militer karena Blok Ambalat ini berkembang dan meluas menjadi isu nasionalisme, ditambah dengan insiden di seputar perairan Pulau Bintan pada tanggal 13 Agustus 2010 yang lalu yang kemudian insiden ini menjadikan perhatian yang luas dari kalangan masyarakat Indonesia, dimana masyarakat menaganggap malaysia setidaknya telah melecehkan dan menginjak-injak harga diri bangsa indonesia di mata internasional. Dalam merespons tiga isu besar tersebut, terdapat beberapa pola yang muncul di level akar rumput. Di Indonesia, muncul demonstrasi-demonstrasi di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Bahkan, tingkat pendidikan terkena imbas dengan sentimen pembekuan kerja sama kedua negara oleh beberapa universitas di Indonesia. (http://www.radarlampung.co.id)
Dari isu-isu yang terjadi seperti apa yang telah kami paparkan diatas, setidaknya dapat kita lihat bahwa hubungan kedua negara tersebut sangat kurang harmonis. Lantas bagaimana pemerintah menyikapi dinamika hubungan politik luar negeri indonesia yang kurang harmonis ini? Sejauh ini pemerintah indonesia masih terus berusaha menjalin hubungan luar negeri yang baik dengan indonesia, mengacu pada prinsip indonesia dibawah pemerintahan presiden SBY dengan prinsip zero enemy thousands friends nya itu berusaha menyelesaikan segala sengketa melalui cara-cara soft diplomacy.
Dalam hal ini, Presiden Yudhoyono memaparkan sejumlah pertimbangan mengapa Indonesia perlu mengedepankan diplomasi mengatasi pergesekan dengan Malaysia. Dia mengingatkan hubungan kedua negara sudah terbina sejak lama, dan kerugian besar turut diderita rakyat Indonesia bila gesekan itu dibiarkan berkembang menjadi kekerasan.
Pertama, Indonesia dan Malaysia mempunyai hubungan sejarah, budaya dan kekerabatan sangat erat dan mungkin paling erat dibanding negara-negara lain, serta sudah terjalin ratusan tahun. Kedua, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah pilar penting dalam keluarga besar ASEAN.  ASEAN bisa tumbuh pesat selama empat dekade terakhir ini, antara lain karena kokohnya pondasi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.  Ketiga, yang tak kalah penting, ada sekitar dua juta warga Indonesia yang bekerja di Malaysia – di perusahaan, di kantor, di perkebunan, dan di rumah tangga.  Sementara itu, sekitar 13,000 pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia, dan 6,000 mahasiswa Malaysia belajar di Indonesia. Di sektor pariwisata, wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.  Sedangkan di bidang ekonomi dan perdagangan, investasi Malaysia di Indonesia 5 tahun terakhir (2005-2009) meliputi 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta.  Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009.  Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia – Malaysia sungguh kuat. (
http://metro.vivanews.com)
Kesimpulan
            Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang diapit oleh dua semudra dan dua benua. Hal ini menunjukkan bahwa letak strategis Indonesia menjadikannya sebagai negara yang memiliki peranan penting pada lingkup regional dan global. Terkait pada isu-isu regional Indonesia juga menjalin kerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Pada tingkatan regional Indonesia juga harus memenuhi kepentingan-kepentingannya dengan membentuk strategi dalam politik luar negerinya, yakni dengan memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Namun hal ini juga menemui kendala, yaitu dengan adanya konflik dengan negara tetangga. Salah satu negara yang kerap menuai konflik dengan Indonesia adalah Malaysia. Sehingga Indonesia harus bertindak secara aktif dalam menyelesaikan sengketa yang ada diantaranya.
Referensi :
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan RI-Malaysia 1 September 2010. 2010. [online] dalam http://www.deplu.go.id/Pages/SpeechTranscriptionDisplay.aspx?Name1=Pidato&Name2=Presiden&IDP=676&l=id (diakses tanggal 21 november 2010)
Tabloid Diplomasi, Optimalisasi Hubungan RI – Malaysia Dan Stabilitas Kawasan. 2010 [online] dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/102-4-article/953-optimalisasi-hubungan-ri-malaysia-dan-stabilitas-kawasan.html (diakses tanggal 21 november 2010)
Metro, RI Pilih Hadapi Malaysia dengan Diplomasi. 2010. [online] dalam http://metro.vivanews.com/news/read/174887-ri-pilih-hadapi-malaysia-dengan-diplomasi (diakses tanggal 21 november 2010)
Radar Lampung, Dinamika Indonesia-Malaysia. 2010. [online] dalam http://www.radarlampung.co.id/web/opini/tajuk/4128-dinamika-indonesia-malaysia.html (diakses tanggal 21 november 2010)
Barston, R.P. 1988. Modern Diplomacy. London: Longman.
Strategi Total Indonesia dalam Konektivitas ASEAN dan Asia. 2010. [online] dalam http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=4171&l=id (diakses tanggal 21 November 2010)

Peranan ASEAN bagi Indonesia. 2010. [online] dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=1917&type=99 (diakses tanggal 21 November 2010)

Kamis, 12 Januari 2012

Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 dan Peningkatan Peran RI di Dunia


           Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sering juga disebut Konferensi Bandung yaitu sebuah konferensi tingkat tinggi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KTT ini diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Roeslan Abdulgani. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. (www.slideshare.net)
            Gagasan untuk menyelenggarakan konferensi Asia Afrika muncul pertama kali dalam konferensi Colombo pada tanggal 28 April – 2 Mei 1954 di Kolombo, Sri Langka. Salah satu faktor yang melatarbelakangi diselenggarakannya KAA adalah suasana meningkatnya perjuangan bangsa-bangsa terjajah untuk memperoleh kemerdekaannya pada masa pasca perang dunia II terutama untuk negara-negara di kawasan Asia-Afrika. (www.id.shvoong.com) Dan juga KAA diselenggarakan sebagai tawaran alternatif non-militer terhadap dua tokoh yang saling berseteru saat perang dingin terjadi yaitu Uni Sovyet dan Amerika Serikat. (Abdulgani, 1985;313)
Dalam Konferensi Asia Afrika itu juga dicetuskan suatu pandangan mendasar yang digunakan untuk meredakan perang dingin. Pandangan dasar itu adalah pandangan non-konfrontatif dimana pandangan tersebut mengutamakan toleransi terhadap pandangan hidup satu sama lain. Jiwa toleransi dalam artikel Abdulgani adalah jiwa “live-and-let-live.” Jiwa “hidup berdampingan secara damai.” Jiwa “peaceful co-existence,” yang mecakup prinsip saling menghargai terhadap integritas dan kedaulatan. Jiwa toleransi ini juga sudah hidup di kalangan negara-negara Asia-Afrika, baik yang komunis maupun yang non-komunis ditingkatkan menjadi Dasasila, yaitu “The Ten Bandung Principles on the Promotion of World Peace and Cooperation.” (Abdulgani, 1985;313)
Arti Strategis KAA 1955 Bagi Politik Luar Negeri RI
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955 mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Selain itu, KAA sendiri membawa dampak yang positif bagi politik luar negeri Indonesia itu sendiri. Prestise politik luar negeri Indonesia menaik, nama Indonesia di kalangan mancanegara menanjak khususnya di Benua Asia dan Afrika. Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara KAA menyelenggarakan KAA dengan baik, dapat mengatasi segala macam kesulitan, serta dapat menciptakan suasana politik sosial-budaya, keramahtamahan dan antusiasme rakyat yang sangat mengesankan para delegasi. (Abdulgani, 1985;319)
Pengaruh KAA Terhadap Situasi Internasional
Konferensi Bandung sendiri juga mengilhami negara-negara di Asia-Afrika untuk berubah. Contohnya Mesir yang dalam periode ini terjadi tindakan Mesir yang menasionalisasi Terusan Suez secara sepihak. Tindakan Mesir tersebut terjadi saat Indonesia membatalkan Perjanjian KMB secara sepihak juga. Maka dari itu, tidak berlebihan juga apabila Semangat Bandung dan politik Indonesia mengilhami Mesir untuk mempercepat dekolonisasinya dari ikatan kolonialisme Inggris dan dari modal internasional. Masalah ini dibawa oleh Inggris dan Dunia Barat ke forum Konferensi London tahun 1966 tentang Terusan  Suez. Kehadiran dan peranan Indonesia dan Konferensi London itu mencerminkan solidaritas Indonesia terhadap masalah yang dihadapi Mesir, terutama bersama-sama dengan India dan Srilangka. (Abdulgani, 1985;320) Selain itu juga, perjuangan bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk mencapai kemerdekaan semakin meningkat. Hal ini tampak dengan meningkatnya jumlah negara-negara Asia-Afrika yang merdeka setelah tahun 1955. (www.deplu.go.id)
Arti Strategis Peringatan 50 Tahun KAA Pada 2005 Bagi Politik Luar Negeri RI
Peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika dilangsungkan di Jakarta dan Bandung pada 21-24 April 2005. Peringatan itu dihadiri beberapa pemimpin negara berkembang di benua Asia dan Afrika. Agenda dari pertemuan yang disebut dengan Konferensi Asia Afrika 2005 ini adalah mereaktualisasi semangat KAA 1955. Tidak dapat dipungkiri bahwa KTT yang diselenggarakan pada tahun 1955 sangat berbeda dengan KTT yang diselenggarakan tahun 2005. Masih banyak hal yang perlu direfleksikan lebih lanjut agar tujuan KTT 1955 itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal. Dalam peringatan 50 tahun KAA disepakati pembentukan New Asian African Strategic Partnership (NAASP). Isinya secara teknis merupakan koreksi atas KAA 1955 yang tak disertai dengan mekanisme kerja sama. Oleh sebab itu, dalam NAASP ini, prinsip-prinsip dasar kemitraan strategis akan dilengkapi dengan mekanisme kerja sama yang lebih jelas, terarah, dan terukur. Sedangkan secara politis, NAASP memuat penajaman soal tujuan, sasaran, dan substansi kerja sama yang mencakup aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Melalui NAASP ini, diharapkan beberapa masalah seperti penghapusan utang dan kemiskinan, peningkatan pasar dan investasi, serta minimalisasi dampak negatif globalisasi bisa dituntaskan bersama. Sehingga akan lahir Asia dan Afrika baru. (www.gatra.com) Selain itu pula, arti penting pelaksanaan peringatan 50 tahun KAA bagi Indonesia adalah meningkatkan kepeloporan RI di dunia internasional karena untuk maju maka Indonesia perlu memainkan kepeloporan itu. Selain menjadi tanggung jawab bersama untuk menciptakan kawasan Asia Afrika yang lebih baik. (www.suarapembaruan.com)
Kesimpulan
Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggara KAA menyelenggarakan KAA dengan baik, dapat mengatasi segala macam kesulitan, serta dapat menciotakan suasana politik sosial-budaya, keramahtamahan dan antusiasme rakyat yang sangat mengesankan para delegasi. Semangat Bandung dan politik Indonesia mengilhami Mesir untuk mempercepat dekolonisasinya dari ikatan kolonialisme Inggris dan dari modal internasional. arti penting pelaksanaan peringatan 50 tahun KAA bagi Indonesia adalah meningkatkan kepeloporan RI di dunia internasional karena untuk maju maka Indonesia perlu memainkan kepeloporan itu. Selain menjadi tanggung jawab bersama untuk menciptakan kawasan Asia Afrika yang lebih baik.

Reference
Abdulgani, Roeslan.1981.“Sekitar Konferensi Asia-Afrika dan Maknanya Bagi Politik Luar Negeri Indonesia”, Analisa, 4, hlm. 311-328
Mengobarkan Ulang Spirit Bandung.http://www.gatra.com/2005-04-18/versi_cetak.php?id=83491 [2 Oktober 2010]
Museum Konferensi Asia Afrika.http://www.deplu.go.id/Pages/HistoricalBuilding.aspx?IDP=3&l=id [2 Oktober 2010]
Konferensi ASIA AFRIKA , BANDUNG 1955.http://id.shvoong.com/social-sciences/2009627-konferensi-asia-afrika-bandung-1955/ [2 Oktober 2010]
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika.http://www.slideshare.net/omcivics/konferensi-tingkat-tinggi-asia-afrika [2 Oktober 2010]
Semangat KAA Masih Relevan.http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/16/Internas/int01.htm [2 Oktober 2010]

Lingkaran Konsentris Indonesia

Sebagai negara yang telah memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945 dan juga mendapatkan kedaulatan penuh dalam menjalankan proses politik dan mengatur segala kebijakan politik luar negerinya, Indonesia juga mengalami dinamika dalam melaksanakan politik luar negerinya baik dalam politik domestik demi keamanan dan kesejahteraan rakyat maupun dalam proses pengukuhan serta eksistensi Indonesia dalam kancah Internasional. Perlahan, hubungan politik luar negeri mulai dibentuk demi mencapai kepentingan nasionalnya, seperti kita ketahui  Indonesia yang dikenal menganut politik bebas aktif dalam mengamati permasalahan dalam dunia internasional juga dalam menjalankan kebijakan luar negerinya yang selalu berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi yang terjadi di dunia internasional.
            Politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk mencapai sebuah kepentingan nasional, khususnya untuk pembangunan nasional yang sesuai dengan pancasila dan berdasarkan Undang-Undang Dasar demi kesejahteraan rakyat bersama. Dalam era persaingan global sekarang ini, Indonesia juga dituntut aktif dalam mengadakan kerjasama dengan negara lain baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral yang sangat penting bagi Indonesia dalam menentukan posisi dan menetapkan sikap yang tepat dan jelas demi tercapainya kepentingan nasional Indonesia. Kepentingan nasional Indonesia sendiri mencakup 5 hal, yaitu kesejahteraan, kedaulatan, keamanan, keutuhan wilayah atau integrasi, dan ideologi negara. (www.issuu.com)
            Sejak pemerintahan Orde Baru, politik luar negeri dalam mencapai kepentingan nasional menganut asas lingkaran konsentris. Lingkaran konsentris secara umum memiliki definisi yaitu, lingkaran-lingkaran yang berpusat di satu titik. Namun, yang penulis bicarakan disini adalah pengertian lingkaran konsentris dalam politik luar negeri RI, yaitu sebuah asas yang oleh Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas yang dimaksudkan sebagai alat bantu untuk menganalisa masalah-masalah internasional dan untuk menempatkan posisi Indonesia secara tepat dalam menghadapi masalah yang konkrit. Dalam memahami asas lingkaran konsentris, ada 3 dimensi, yaitu dimensi regional, dimensi organisasional, dan organisasi fungsional. Dimensi regional adalah dimensi yang berhubungan dengan wilayah atau geografi. Sedangkan dimensi organisasional adalah dimana dimensi ini melihat Indonesia menjadi anggota internasional sebagai wahana untuk melakukan hubungan internasional. Kemudian dimensi fungsional adalah dimana dimensi yang dilihat adalah fungsi Indonesia dalam struktur internasional. Sebagai contoh dari dimensi fungsional, Indonesia dikenal sebagai negara berkembang, negara penghasil bahan mentah, negara penghasil minyak, negara maritim dengan ribuan pulau yang ada, dan sebagai negara yang menuju industry maju. Pendekatan strategis lingkaran-lingkaran konsentris tersebut menentukan perumusan kebijakan dalam pelaksanaan polugri terutama jika dikaitkan dengan isu-isu utama global. (www.issuu.com)
II  Wilayah Lingkaran Konsentris Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia dalam lingkaran konsentris Politik Luar Negerinya memiliki cakupan wilayah yang cukup besar. Ukuran Indonesia dalam arti penduduk dan wilayah dari  sumber-sumber alam meyakinkan para pemimpin bahwa negara ini ditakdirkan untuk memainkan peran utama dalam masalah-masalah internasional. Ketika Soekarno berkuasa, ia bersikeras agar Indonesia senantiasa dikaitkan dengan setiap masalah regional yang berhubungan dengan persepsi keamanan nasional (Suryadinata:11).
Soekarno memandang Indonesia bukan hanya sebagai negara penting di Asia Tenggara tetapi juga sebagai pemimpin di antara negara-negara Asia dan Afrika. Tidak mengherankan, melalui dorongan nasionalis, Ali Sastroamidjojo, dengan dukungan penuh dari Soekarno, Konferensi Asia  Afrika dilaksanakan di Bandung (1955). Adapun upaya-upaya Indonesia antara lain usaha Indonesia untuk mendirikan ASEAN, inisiatif yang diambil dalam mensponsori Pertemuan Informal Jakarta dalam soal isu Kamboja, keinginan untuk menjadi ketua Konferensi Gerakan Non-Blok, keputusan untuk menjadi tuan rumah peringatan ke-30 Konferensi Asia Afrika, dan pengumuman resmi oleh Menteri Luar Negeri yang baru bahwa Indonesia akan memainkan peran pemimpin dalam masalah internasional, adalah indikator-indikator dari persepsi Indonesia atas perannya dalam masalah-masalah dunia (Suryadinata:12).
Sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah lingkaran konsentris Indonesia yang paling dalam adalah negara-negara di Asia Tenggara dan Amerika sebagai wilayah lingkaran konsentris terluar dengan negara-negara Asia Afrika di antara keduanya. Maka dapat dikatakan bahwa Asia Tenggara merupakan wilayah yang paling berpengaruh terhadap politik luar negeri Indonesia. Hal ini ditandai dengan di tahun belakangan ini, program modernisasi Cina juga menarik perhatian Indonesia. Militer Indonesia mengkhawatirkan modernisasi militer Cina merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia. Barangkali Indonesia khawatir, bahwa Cina berupaya untuk memainkan peran aktif di Asia Tenggara, khususnya di wilayah maritim Asia Tenggara, yang merupakan wilayah pengaruh Indonesia (Suryadinata:14)
III  Faktor-faktor determinan yang mempengaruhi politik luar negeri Indonesia
            Faktor-faktor determinan Politik Luar Negeri Indonesia artinya, hal-hal yang sangat mempengaruhi atau menentukan keberhasilan politik luar negeri Indonesia, antara lain seperti persepsi para pemimpin indonesia atas batas-batas wilayah, peranan Indonesia dalam masalah-masalah Internasional, dan hambatan-hambatan atas perilaku mereka yang ditentukan oleh berbagai hal yang ada di suatu negara. Namun, dalam hal ini, kami akan mengelompokkan kembali faktor-faktor tersebut diatas ke dalam beberapa kategori diantaranya.
1.      Sumber Daya
-          Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi kekayaan alam, posisi geografis dan jumlah penduduk. Batas-batas wilayah atau posisi geografis tentu sangat mempengaruhi kebijakan politik luar negeri yang akan diambil karena wilayah atau batas-batas teritorial suatu negara dapat dikatakan sebagai posisi dasar suatu negara dalam hal membangun strategi guna menjalankan politik luar negerinya sehingga kepentingan luar negeri biasa tercapai. Misalnya saja dengan adanya batas-batas wilayah yang jelas maka suatu negara dapat menentukan strategi guna melindungi kedaulatan negaranya misalnya saja membangun strategi ofensif dan defensif. Yang kedua sumber daya alam, Indonesia menempatkan sumber daya alam yang dimiliki sebagai salah satu faktor determinan yang mempengaruhi politik luar negerinya bagaimana tidak, faktor sumber daya alam seperti minyak yang pada kenyataannya telah memberikan sumbangan yang sangat besar pada devisa negara kenyataannya mampu menopang perekonomian Indonesia dan menjadi komoditi ekspor yang penting bagi indonesia sehingga dapat dikatakan Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam hal perminyakan di  mata internasional selain negara-negara Timur Tengah. Yang ketiga adalah faktor penduduk yang mana hal  ini juga sangat mempengaruhi politik luar negeri Indonesia. Jumlah penduduk yang sangat besar, namun dengan tingkat sumber daya manusia yang rendah membuat indonesia tidak cukup berani atau lebih tepatnya sangat berhati-hati dalam menjalankan kebijakan politik luar negerinya. (Suryadinata:14)
-          Sumber Daya Sintesis yang mana merupakan gabungan dan kemampuan indonesia dalam penguasaan IPTEK dan pengelolaan sumber daya alam.
2.      Kepemimpinan dan Birokrasi
Yang dimaksud disini adalah watak dan kualitas para pemimpin indonesia. Kualitas kepemimpinan indonesia yang baik dalam arti berwawasan luas dan memiliki pengetahuan atau kemampuan yang baik tentang bangsa Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap penentuan arah, tujuan dan strategi Politik luar negeri Indonesia.  Sedangkan yang dimaksud dengan birokrasi adalah seperangkat personil yang duduk dalam pemerintah sebagai motor penggerak roda pemerintahan , dimana keadaan birokrasi indonesia memiliki ciri yang sangat dominan sejak zaman orde lama hingga sekarang, antara lain cara kerja birokrasi yang masih cenderung otoriter atau dapat dikatakan ‘one man show’ serta terlalu percaya pada bantuan luar negeri.
3.      Bantuan Luar Negeri
Seperti kita ketahui, sejak zaman orde baru hingga sekarang, bangsa Indoensia tidak pernah lepas dari bantuan luar negeri dalam upaya pembangunan nasional ( www.issuu.com)  
4.      Kesiapan dan Kekuatan Militer
Maksudnya adalah seberapa jauh ABRI dan TNI mempunyai kesiapan dalam hal melaksanakan fungsinya sebagai penjaga keamanan dan kedaulatan bangsa. Karena bagaimanapun, kekuatan militer sangat berpengaruh dalam hal pelaksanaan politik luar negeri suatu negara. seperti kita ketahui sekarang, jumlah personil TNI mulai dari angkatan darat, laut dan udara serta oknum kepolisian Republik indonesia sangat besar jumlahnya bahkan terbesar di ASEAN, namun pertanyaannya adalah apakah perlengkapan militer yang dimiliki Indonesia memadai dan cukup modern dibanding negara-negara lain di ASEAN seperti Singapura sehingga Indonesia mampu menjalankan kekuatan militer secara efektif dalam arena internasional guna melancarkan jalannya politik luar negerinya sehingga kepentingan nasional dapat tercapai.  Ditambah lagi dengan adanya konflik-konflik regional yang melibatkan antar suku dan agama juga kelompok-kelompok pemberontak bersenjata yang ingin melepaskan wilayahnya dari kedaulatan RI seperti OPM di Papua dan GAM di Aceh, yang mana kekuatan mereka juga dibantu oleh oknum-oknum asing yang juga menginginkan wilayah indonesia. Maka mampukah kekuatan Militer RI tetap bertahan dalam mempertahankan wilayah kedaulatan RI mengingat Kekuatan Militer merupakan faktor determinan yang sangat mempengaruhi kebijakan politik luar negerinya. (Suryadinata:16)
Kesimpulan
            Jika kita melihat apa yang telah berhasil dicapai oleh politik luar negeri Indonesia yang sudah berjalan sejauh ini, tentu kita juga akan melihat tantangan-tantangan yang muncul seiring berjalannya waktu ditambah dengan adanya arus globalisasi yang mau tidak mau tidak dapat dihindari oleh negara manapun maka Indonesia harus berjuang keras menjalankan politik luar negerinya demi tercapainya kepentingan nasionalnya, menilik faktor-faktor determinan yang sangat mempengaruhi politik luar negerinya, seperti sumber daya manusia, yang mana sumber daya manusia indonesia belum maksimal sehingga Insdonesia juga tidak bisa secara lancar menjalankan politik luar negerinya, maka indonesia harus mengembangkan konsep-konsep yang sesuai dan bisa diterima oleh negara-negara maju dalam mengatasi keterbelakangan dan hambatan-hambatan dalam pembangunan, selain itu adanya kecenderungan konflik regional yang menyebabkan terjadinya perpecahan dan perang saudara dimana disebabkan oleh perbedaan ras, etnis dan agama harus diminimalisir sebisa mungkin bahkan harus dihindari demi menjaga agar tidak ada lagi pihak luar yang menyusup diantara permasalahan tersebut serta mencoba mengacaukan pertahanan dan kedaulatan negara. Jika kita melihat peran Indonesia dalam mengatasi dan mengemban tugas mengatasi percaturan politik semakin kompleks, untuk itu hal ini menuntut kemampuan, keandalan, keterampilan, serta profesionalisme dari para aparat pelaksana hubungan dan kerjasama luar negeri.

REFERENSI  
Suryadinata, Leo, 1998. “Faktor-Faktor Determinan Politik Luar Negeri Indonesia: Mencari Penjelasan”, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto, [terj.], Jakarta, LP3ES, hlm. 7-27.
Zulfikar, A. Zakaria, 2009. “Politik Luar Negeri Indonesia”.[online] dalam http://www.betaissuu.com/politik-luar-negeri-indonesia [diakses tanggal 10 oktober  2010 19:00 WIB]