Kamis, 12 Januari 2012

Nasionalisme Agenda Pembentukan Suatu Negara

By: Krisna Purwa Adi

Apa yang Membentuk Indonesia ?
Indonesia. Suatu kata yang tidak asing di telinga kita. Namun bagaimanakah kita memaknai arti kata ‘Indonesia’ itu sendiri ?. Sungguh ironis, realitanya kita hanya mengenal Indonesia sebagai Negara kepulauan, Negara agraris, Negara demokrasi, dll tanpa mengetahui apa itu ‘Indonesia’ dan bagaimana sejarah pembentukan Indonesia sebagai Negara dan bangsa. Dalam hal ini kita perlu menilik ‘Indonesia’ dalam kajian etimologi, etnologi dan perspektif historis.
Kata “Indonesia” pertama kali digagas pada 1850 dalam bentuk “Indu-nesians” oleh pelancong dan pengamat sosial asal Inggris, george Samuel Windsor Earl. Earl ketika saat itu sedang mencari istilah etnografis untuk menjabarkan “cabang ras Polinesia yang menghuni Kepuluan Hindia” atau “ras-ras berkulit cokelat di Kepulauan Hindia”. Namun, setelah menciptakan istilah baru itu, Earl langsung membuangnya—karena terlalu “umum”—dan menggantinya dengan istilah yang lebih khusus yaitu “Melayunesians”. Seorang kolega Earl, James Logan, tanpa mengindahkan keputusan Earl, memutuskan bahwa “Indonesia” sebenarnya adalah kata yang paling tepat dan benar untuk digunakan sebagai istilah geografis bukan etnografis. Jadi, itulah asal-usul nama “Indonesia” muncul. (R.E. Elson, 2008).
Lalu, bagaimana Indonesia dibentuk sebagai negara dan bangsa yang utuh ?. Indonesia tidak datang dari imperium Majapahit, tetapi ia juga tidak muncul begitu saja dari realpolitik internasional pada awal abad XX. Ia muncul dari agenda nasionalis yang memburu celah-celah terobosan dalam peta politik internasional di sekitar Perang Dunia II. Ia bukan kelanjutan dari primordialisme, namun ia juga bukan penjelmaan dari universalisme.
Almarhum Ernest Gellner, satu di antara ahli yang secara mendalam menyusun teori nasionalisme, melihat bahwa nasionalisme adalah gejala ajaib, “salah satu fakta paling penting dalam dua abad terakhir”. Tulisnya:
“Tidak sepenuhnya jelas mengapa gejala itu terjadi: mengapa manusia lama yang terikat pada sarang sempit primordialnya diganti bukan oleh ajaran Filsafat Pencerahan tentang Manusia Universal yang diharuskan setia pada persaudaraan universal, melainkan oleh manusia khusus yang lolos dari ikatan lamanya, dan kemudian menghidupi mobilitas dalam batas-batas yang kini ditetapkan secara formal, yaitu sebuah kultur dalam lingkup negara-bangsa”.
Barangkali itulah yang dimaksud dengan argumen bahwa nasionalisme bukan kelanjutan dari ikatan primordialisme, tetapi ia juga bukan penjelmaan dari abstraksi universalisme. Itulah mengapa para globalis melihat nasionalisme sebagai terlalu sempit, sedangkan para lokalis menganggap nasionalisme terlalu besar.
(http://psp.ugm.ac.id/kongres-pancasila/file/B.%20Herry%20Priyono-Agenda%20Indonesia.doc)


Secara garis besar, teori nasionalisme terdapat dua faktor konstan yang rupanya selalu hadir. Dua faktor itu adalah daya dorong (push) dan kekuatan penarik (pull). Sebuah negara-bangsa tidak muncul ataupun dibarui hanya dengan kehendak dan kemauan (push), sebagaimana sebuah negara-bangsa juga tidak lahir hanya dari tarikan situasional cuaca ideologis, politik, ekonomi, kultural, hukum, dan sebagainya (pull).
Timor Leste ataupun Palestina, misalnya, tidak menjadi negara-bangsa hanya dari kehendak para pemimpinnya, sebagaimana mereka juga tidak begitu saja muncul hanya dari permainan situasional cuaca politik, ekonomi, hukum, maupun kultural yang sedang terjadi. Dari kesaksian para pendiri Indonesia, pola itu juga terlihat dari bagaimana para pemimpin nasionalis seperti Sukarno, Hatta ataupun Sjahrir sama-sama menghendaki kemerdekaan (push). Akan tetapi, mereka juga bersitegang bukan hanya tentang caranya (kooperasi atau non-kooperasi, kolaborasi atau non-kolaborasi), namun juga mengenai pencarian momentum surutnya petualangan imperial Jepang di Asia Pasifik serta potensi Belanda masuk kembali untuk menguasai wilayah-wilayah Indonesia (pull). 
Kolaborasi antara push dan pull inilah dilancarkan untuk memakai dan mengarahkan kondisi eksternal apapun bagi pembentukan kerumunan (crowd) agar menjadi sebuah bangsa (nation) dan instansi negara (state).
Pengejawantahan konsep nasionalisme di Indonesia ini salah satunya terwujud dalam sebuah deklarasi yang dikumandangkan oleh sekelompok pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda. Semangat baru ini dikobarkan para pemuda ditengah masa penjajahan. Dengan satu tujuan mencapai citacita negara Indonesia yang berdaulat. Berbagai peristiwa mewarnai perjuangan mereka dan rela berkorban hanya untuk mengedepankan persatuan, kesatuan, dan tujuan kemerdekaan.

Sumpah Pemuda pada  28 Oktober 1928 adalah Proklamasi Kebangsaan Indonesia yang merupakan ikrar tentang eksistensi nasion dan  nasionalisme Indonesia  yang telah tumbuh puluhan tahun dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut pada tanggal 17 Agustus 1945 mencapai titik kulminasi dengan dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Hal itu membuktikan bahwa nasionalisme Indonesia sudah merupakan faktor penentu perkembangan sejarah Indonesia – sejarah berdirinya negara Republik Indonesia.

Substansi Nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama; kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan dari bumi Indonesia.

Dalam menyusun langkah untuk memproklamirkan Indonesia sebagai Negara, tentunya diperlukan tolok-ukur dan panduan ideologis apa (ideological yardstick) yang dipakai oleh untuk membentuk ataupun membarui Indonesia sebagai bangsa. Dalam hal ini Pancasila mulai menjalankan peran pentingnya. Pancasila adalah medium dalam dan melalui mana kita “mereka-bayangkan” (imagining) serta menghendaki bangsa Indonesia seperti apa yang kita inginkan. Kata “ingin” berarti bahwa Pancasila adalah normatif (cita-cita). Karena cita-cita ditetapkan di awal dan bukan di akhir, ia juga dasar pemandu ideologis bagi pembentukan Indonesia sebagai bangsa. Pancasila dimaksud sebagai pandu ideologis bagi pembuatan dan pelaksanaan semua kebijakan publik dalam membentuk Indonesia sebagai bangsa.
Dalam Pancasila, termaktub 5 sila yang saling berkoherensi sebagai piramida ideologis. Pancasila dijadikan ideologi dikarenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah dan Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar Negara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara modern yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia.
Jadi, dapat kita simpulkan Indonesia bukan dibentuk dari unsur ketidaksengajaan. Ia dibentuk dari semangat Nasionalisme yang membangkitkan Semangat Nasional yaitu semangat untuk berjuang melawan penjajahan kaum Kolonial bangsa Belanda. Suatu perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan atas Tanah Air Indonesia. Suatu perjuangan luhur bangsa yang sudah ratusan tahun tidak ada kemerdekaan hidup di negerinya sendiri. Yang dimaksudkan disini adalah terbentuknya bangsa dan Negara Indonesia. Lain pula dari segi nama Indonesia itu sendiri, yang sebagaimana telah dibentuk jauh sebelum Indonesia merdeka.

Referensi :
2.R. E. Elson. 2009. The Idea of IndonesiaSejarah Pemikiran dan Gagasan -. Jakarta : Serambi.
3.www.scribd.com diakses tanggal 20 Maret 2010 pukul 22.15

0 komentar:

Posting Komentar