Sebelum kita mengenal tentang bentuk-bentuk kapitalisme yang dulu pernah ada dan sekarang berlanjut mungkin ke arah bentuk kapitalisme modern, ada baiknya kita mengenal arti kata kapitalisme itu sendiri.
Kapitalisme sendiri memiliki beberapa pengertian diantaranya adalah menurut Bagus (1996), kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Sedangkan menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah "a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned".[1]
Sejarah kapitalisme masuk di Indonesia pada abad ke 16, tepatnya tahun 1511 Portugis masuk ke Indonesia, kemudian disusul oleh VOC Belanda pada tahun 1596 di Banten. Hubungan kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan Belanda pada mulanya mempunyai status yang sederajat, Namun pada abad ke-18 terjadi pergeseran, kedudukan kerajaan-kerajaan berada di bawah penguasa Kolonial Belanda. Akibat dari pergeseran kekuasaan itu, terjadilah posisi aparatur birokrasi tradisional atau pihak kerajaan yang menjadi agen kolonial Belanda, dan mempunyai tugas untuk mengeksploitasi rakyat. Di satu pihak kelihatannya Belanda masih menghormati para bangsawan (birokrasi tradisional), namun di pihak lain birokrat tradisional hanyalah digunakan sebagai alat oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menerapkan sistem kapitalisme guna memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari rakyat Indonesia.[2]
Hubungan kaum bangsawan sebagai agen kolonial Belanda dengan pemerintah kolonial Belanda itu membawa akibat : pertama, adanya perlawanan rakyat yang tertindas terhadap kaum bangsawan (sebagai agen kolonial). Perlawanan itu dipimpin oleh para ulama pedesaan, sebagai elite religius dan informasi leaders yang sangat berpengaruh. Kedua, dikenalnya sistem kolonial yang berupa monopoli dan sistem ekonomi kapitalisme.[3]
Salah satu bentuk sistem kapitalsime yang pernah ada di Indonesia adalah kapitalisme kolonial yang dilakukan oleh para penjajah pada abad ke-19. Kapitalisme kolonial yang disandarkan pada perkebunan merupakan ideologi utama kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19, khususnya setelah diterapkannya sistem tanam paksa pada tahun 1830 oleh Johannes van den Bosch.[4] “Cultuurstelsel” atau Sistem Tanam Paksa (STP) adalah kombinasi dari sistem kolonial model VOC, model Daendels dan Raffles. Semua yang paling jahat dijadikan satu dan diberi nama “cultuurstelsel”. Menurut sistem ini kaum tani tidak mempunyai kebebasan sama sekali. Kaum tani diwajibkan menanam tanaman untuk pasar Eropa (tebu, kopi, nila, kapas, tembakau), dan diwajibkan menyerahkannya kepada pemerintah kolonial dengan harga yang ditentukan sendiri oleh pemerintah kolonial.[5] Dengan adanya sistem tanam paksa di tangan Pemerintah kolonial Belanda, telah memungkinkan eksploitasi dan pentransferan nilai lebih (surplus values) yang cukup besar ke negeri Belanda, yang ikut menopang pertumbuhan ekonominya secara tajam dan justru membuat keterpurukan sendiri bagi kaum tani yang dieksploitasi besar-besaran oleh pemerintah Belanda.
Selain kapitalisme kolonial, bentuk kapitalisme yang pernah ada di Indonesia adalah Kapitalisme negara. Kapitalisme negara terbentuk setelah kemerdekaan Indonesia, dengan usaha awalnya sebagai mengatasi kesulitan warisan Jepang dan membongkar belenggu perekonomian Belanda, golongan ini tidak bekerjasama dengan kaum pengusaha asli, dengan lebih mengandalkan kepada negara kebangsaan sendiri untuk membangun otonomi perekonomiannya.[6] Kapitalisme negara berakhir setelah tahun 1965, yaitu setelah adanya pergantian pemerintahan Soekarno ke pemerintahan Soeharto. Namun, sisa-sisa dari kapitalisme negara yang dipertahankan, seperti beberapa perusahaan yang masih dianggap mempunyai arti penting dalam sektor-sektor ekonomi yang strategis. Perusahaan-perusahaan negara itu antara lain : Perkebunan, Aneka Tambang dan Timah, Semen Gresik, dan Pertamina.[7]
Kapitalisme juga telah merambah dalam birokrasi militer dimana golongan birokrasi militer, yang telah mendapat basis ekonomi bukan dari pemilikan modal swasta, tetapi dengan menggunakan kekuasaan dan jabatan birokrasi. Dalam hal ini jabatan birokrasi itu sendiri dapat menjadi sebuah appanage, yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk memanfaatkan jabatan tersebut, guna mencapai tujuan-tujuan politik dan keuntungan material pribadi.[8] Sebagai contoh, perusahaan minyak milik negara Pertamina. Pada zaman orde baru merupakan sumber utama pemasukan keuangan negara, namun kenyataannya menjadi semacam barang yang dibagikan dan dikuasai perwira tinggi militer. Pertanggung-jawabannya langsung kepada presiden, dalam mengejar berbagai kepentingan yang bukan hanya untuk pemerintah. Dalam mengejar keuntungan jangka pendek, Pertamina yang dikenal sebagai perusahaan minyak ternyata tidak terlibat dalam pengeboran yang sebenarnya. Bagaikan seorang patron, Pertamina bertindak sebagai penguasa yang membagikan lisensi pengeboran minyak kepada perusahaan asing. Adanya kombinasi antara monopoli dan ketiadaan tanggung jawab kepada umum, maka membuka peluang besar yang memungkinkan dapat mengalihkan sejumlah besar pendapatan negara kepada berbagai kelompok militer. Dengan cara yang demikian itu merupakan bagian yang sangat penting dalam membangun struktur kekuasaan Orde Baru.[9]
Sistem kapitalisme di Indonesia tampaknya berlanjut hingga masa kini yang dibuktikan dengan adanya kapitalisme yang berkembang sampai sekarang di Indonesia. Pada beberapa tahun terakhir, praktek kapitalis semakin menjadi dengan privatisasi berbagai BUMN milik negara, sampai kontrak kerja sama pertambangan dan pengeboran minyak yang sangat merugikan negara Indonesia sendiri.[10]
Reference
Alatas, S.H.1988.Mitos Pribumi Malas: Citra Orang Jawa, Melayu, dan Filipina Dalam Kapitalisme Kolonial.Jakarta:LP3ES
Kapitalisme Gagal: Menyambut Cahaya Baru Ekonomi Islam.2007. http://fossei.org/index.php?option=com_content&task=view&id=89&Itemid=34, [tanggal akses 19 April 2010]
Kapitalisme: Sebuah Modus Eksistensi.2000.http://media.isnet.org/islam/Etc/Kapitalisme.html, [19April 2010]
Pengaruh Akar Budaya Politik Pada Dinamika Politik Ekonomi di Indonesia.2007.http://sejarah.fib.ugm.ac.id/artdetail.php?id=8 [tanggal akses 19 April 2010]
[1] http://media.isnet.org/islam/Etc/Kapitalisme.html, [19April 2010]
[2] http://sejarah.fib.ugm.ac.id/artdetail.php?id=8, [19 April 2010]
[3] ibid
[4] S.H. Alatas.1988.hal.84
[5] http://fossei.org/index.php?option=com_content&task=view&id=89&Itemid=34, [tanggal akses 19 April 2010]
[6] http://sejarah.fib.ugm.ac.id/artdetail.php?id=8, [tanggal akses 19 April 2010]
[7] ibid
[8] ibid
[9] ibid
[10] http://fossei.org/index.php?option=com_content&task=view&id=89&Itemid=34, [tanggal akses 19 April 2010]
0 komentar:
Posting Komentar