Rabu, 18 Januari 2012

Hubungan Indonesia Dengan Negara-Negara Asia Tenggara


Suatu negara dalam menjalankan politik luar negerinya pasti menginginkan agar kepentingan nasional negaranya tersebut dapat tercapai dengan baik, begitu pula dengan Indonesia yang memiliki prinsip bebas aktif dimana bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power) sedangkan aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormatkedaulatan negara lain dalam menjalankan politik luar negerinya. Politik luar negeri sendiri menurut Undang-Undang no.37 tahun 1999 adalah kebijakan, sikap, dan langkah pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi, internasional, subjek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai kepentingan nasional.
Kepentingan Strategis yang Ingin Diraih RI di Kawasan Asia Tenggara
Dalam menjalankan politik luar negerinya tersebut Indonesia juga menggunakan Associative Diplomacy dimana Associative Diplomacy sendiri juga digambarkan sebagai upaya-upaya oleh suatu negara atau kelompok-kelompok negara untuk mengembangkan hubungan signifikan dalam sebuah kerangka kerja dengan negara-negara lain atau kelompok negara-negara lain yang diluar transaksi atau hubungan rutin (Barston, 1988). Dalam hal ini, Indonesia dengan negara-negara di Asia Tenggara membuat sebuah organisasi yang kita kenal dengan ASEAN. Sejak awal berdirinya ASEAN, Indonesia telah mempromosikan suatu bentuk kehidupan masyarakat regional di Asia Tenggara yang menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta konsultasi dan mengutamakan konsensus dalam proses pengambilan keputusan. Indonesia juga memiliki peran penting dalam pembentukan beberapa perjanjian dan modalitas di ASEAN antara lain Declaration on Zone of Peace, Freedom, and Neutrality (ZOPFAN, 1971), ASEAN Concord (1976), ASEAN Declaration on South China Sea (1992), ASEAN Regional Forum (ARF, 1995) dan ASEAN Community (2003). (www.theglobal-review.com)
            Selain itu juga, Indonesia akan mengintensifkan pelaksanaan kerja sama yang sudah ada dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia di kawasan Asia Tenggara yang juga merupakan anggota ASEAN, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Filipina dengan membangun membangun IMTGT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle), serta SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau). Peranan Indonesia di Asia Tenggara diperkuat dengan partisipasinya untuk menyelesaikan konflik di Kamboja dan Filipina Selatan serta ikut menjadi anggota dalam pasukan perdamaian PBB. (www.deplu.go.id)
Strategi Republik Indonesia di Asean
Indonesia memiliki peran yang cukup penting di ASEAN, maka dari itu Indonesia harus memiliki kebijakan-kebijakan tertentu untuk membentuk  hubungan kerjasama pada negara-negara yang tergabung didalamnya agar dapat memenuhi kepentingan nasionalnya. Presiden RI menjelaskan bahwa ada tiga langkah utama yang akan dilakukan oleh Indonesia.
Pertama, Indonesia akan membangun konektivitas domestik. Membangun konektivitas domestik adalah membangun infrastruktur, transportasi, dan telekomunikasi yang menghubungkan pulau-pulau terbesar Indonesia. “Pembangunan itu akan  menghubungkan Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua,” ujar Presiden RI.
Kedua, Indonesia akan mengintensifkan pelaksanaan kerja sama yang sudah ada dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura dan Filipina. “Kita juga aktif membangun IMTGT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle). Selain itu, ada juga SIJORI (Singapura, Johor, dan Riau).  Di kawasan timur ada kerja sama antar Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina, dan East Asia Growth Area. Itu juga konektivitas dan berjalan,” tegas Presiden RI.
Ketiga, Konektivitas ASEAN tidak hanya merupakan pembangunan fisik, tetapi juga menghubungkan antarmasyarakat dan lembaga. Dijelaskan oleh Presiden RI, “Konektivitas tidak hanya konektivitas fisik,  tetapi juga antar lembaga, sistem, manusia, dan sebagainya. Oleh karena itulah kita lakukan strategi total untuk membangun konektivitas dalam negeri yang lebih andal sekaligus kita menjadi bagian dalam membangun konektivitas kawasan.” (www.deplu.go.id)
Posisi Indonesia yang strategis dapat menentukan peran Indonesia pada lingkup regional dan global. Dalam politik luar negerinya Indonesia harus membangun strategi tertentu dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Di ASEAN Indonesia juga menetapkan kiat-kiat khusus, yakni dengan membangun ‘konektivitas’. Indonesia membangunnya dari tingkatan dasar, yaitu pada tingkat domestik. Konektivitas tersebut dapat berupa infrastruktur, transportasi dan telekomunikasi. Diharapkan melalui konektivitas tersebut dapat berkembang juga pada tingkat regional hingga tingkat global.
Dinamika hubungan politik luar negeri RI – Malaysia
            Hubungan Indonesia dan Malaysia pada dasarnya memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, dan kepentingan rakyat. Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah menapaki usia 52 tahun. Bahkan, hubungan tradisional kedua negara terbangun sejak lama. Sederhananya, hubungan dua negara ini diikat berdasar hubungan diplomatik (politik antarnegara), geografis (posisi sebagai negara bertetangga), dan kultural (rumpun Melayu). Tiga dimensi tersebut saling menopang dengan yang lain untuk membentuk sebuah pola hubungan yang unik. Namun, dalam realitasnya tidak serta-merta modal besar tersebut terwujud dalam hubungan yang harmonis. Selalu saja muncul berbagai peristiwa dan permasalahan silih berganti menguji hubungan kedua negara.
Beberapa kontroversi terus menerpa hubungan Indonesia dengan Malaysia sebelum pemerintahan orde baru muncul. Seperti yang kita ketahui, era orde baru pada kenyataannya telah membawa perubahan besar bagi hubungan politik luar negeri indonesia saat itu, dimana indonesia berusaha membangun citra yang baik di mata internasional terutama kawasan ASEAN guna melancarkan kepentingan pembangunan ekonomi yang sempat mengalami krisis pada era pemerintahan presiden soekarno.
Hubungan Indonesia Malaysia yang pertama kali dikenal dalam konstelasi politik regional, diawali dengan konfrontasi Indonesia vs Malaysia. Persamaan rumpun (melayu), sejarah, letak geografis serta persamaan bahasa yang sama tidak menjadikan Indonesia dan Malaysia menjalin hubungan yang sangat baik dan berlangsung secara harmonis, bahkan hubungan Indonesia sangatlah buruk ketika itu. pada saat era presiden Soekarno, politik “Ganyang Malaysia” yang dikeluarkan sebagai senjata untuk memberontak sekaligus menentang pembentukan persemakmuran Inggris, federasi Malaysia. Malaysia dinilai sebagai bentuk pengaruh imperialisme barat yang disebarkan oleh Inggris, dan kemudian, memberikan suatu ide “Konfrontasi” yang bersifat radikal terhadap kebijakan luar negeri Indonesia yang dikeluarkan presiden Soekarno pada masa Orde Lama dimana kemudian berujung pada keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB karena ketidak puasan pemerintah Indonesia terhadap kebijakan-kebijakan PBB mengenai hubungan indonesia dengan malaysia.
Pada era orde baru dimana soekarno telah lengser disebabkan adanya pemberontakan G30S PKI dimana kemudian pemerintahan soekarno beralih pada pemerintahan presiden Soeharto yang mana kemudian beliau berusaha mengembalikan citra baik indonesia dimata internasional, salah satunya dengan cara mengembalikan dan memperbaiki hubungan luar negeri dengan negara-negara tetangga khususnya hubungan RI dengan malaysia serta hubungan RI dengan PBB dimana indonesia kemudian menyatakan diri kembali kedalam keanggotaan PBB hingga saat ini. Selama pemerintahan orde baru, hubungan Indonesia dan malaysia berjalan cukup harmonis dan jarang timbul konflik serta permasalahan diantara keduanya. Dalam menjalankan hubungan bilateral dua negara pada saat itu, Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah memiliki suatu mekanisme komunikasi yang sifatnya langsung dan akrab serta kerjasama yang cukup solid dalam menangani berbagai isu yang berkembang, baik di tingkat bilateral, regional maupun global.
Namun, perjalanan hubungan diplomatik antarnegara bertetangga memang tidak selalu berjalan mulus dan lancar. kondisi objektif hubungan dua negara yang mempunyai kedekatan geografis, historis, sosial budaya dan kekerabatan, pada dasarnya merupakan kekuatan yang lebih memperkuat persahabatan itu sendiri. Akan tetapi faktor kedekatan itulah yang justru menyimpan potensi-potensi yang dapat menimbulkan gesekan (friction), seperti pernah diucapkan oleh Presiden SBY, bahwa Indonesia tidak akan pernah ribut dengan negara seperti Irlandia di Eropa atau juga negara Uruguay di Amerika Latin, tetapi problem itu muncul dengan negara tetangga disebelah kita. Berbagai isu  muncul dan menghiasi hubungan kedua negara beberapa waktu terakhir ini, dimana hal ini merupakan bagian dari dinamika hubungan luar negeri yang semakin berkembang.
Sepanjang 2009 hingga 2010, setidaknya ada tiga isu besar yang layak diangkat. Yaitu menyangkut klaim kebudayaan, hubungan warga kedua negara dan kasus TKI, serta persoalan sengketa batas wilayah. Pertama, persoalan klaim kebudayaan. Beberapa persoalan memang muncul sejak beberapa tahun lalu. Namun, isu tersebut cenderung muncul terus-menerus. Karena itu, persoalan tersebut menghiasi sebagian besar daftar permasalahan kedua negara sepanjang tahun ini, seperti belakangan ini gencar disinggung oleh klaim budaya melalui propaganda pariwisata Malaysia yang mana malaysia mengecam tari pendet, tari tradisional daerah Bali dan reog ponorogo sebagai budaya asli negaranya yang kemudian menyulut permasalahan kedua negara.  Kedua, hubungan warga kedua negara dan kasus TKI. Kedua hal tersebut merupakan persoalan yang akan senantiasa muncul dalam hubungan kedua negara. Jika melihat komposisi masyarakat dan pekerja Indonesia di Malaysia yang mencapai 2 juta orang, wajar akan muncul beragam persoalan. Terutama mengenai sikap Malaysia sebagai tuan rumah maupun perilaku warga dan pekerja Indonesia sebagai pendatang. TKI mendominasi 62,8 persen di antara keseluruhan pekerja asing di Malaysia. Karena posisinya itu, setiap kasus yang berkenaan dengan TKI menjadi sangat sensitif, dan kerap menyulut gesekan dan konflik antar kedua negara. Ketiga, mengenai sengketa wilayah. Persoalan yang telang berlangsung puluhan tahun ini kembali menghangat seiring ketegangan yang berlaku di Blok Ambalat. Pemicunya adalah insiden yang melibatkan patroli tentara laut kedua negara. Ketegangan politik dan militer karena Blok Ambalat ini berkembang dan meluas menjadi isu nasionalisme, ditambah dengan insiden di seputar perairan Pulau Bintan pada tanggal 13 Agustus 2010 yang lalu yang kemudian insiden ini menjadikan perhatian yang luas dari kalangan masyarakat Indonesia, dimana masyarakat menaganggap malaysia setidaknya telah melecehkan dan menginjak-injak harga diri bangsa indonesia di mata internasional. Dalam merespons tiga isu besar tersebut, terdapat beberapa pola yang muncul di level akar rumput. Di Indonesia, muncul demonstrasi-demonstrasi di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Bahkan, tingkat pendidikan terkena imbas dengan sentimen pembekuan kerja sama kedua negara oleh beberapa universitas di Indonesia. (http://www.radarlampung.co.id)
Dari isu-isu yang terjadi seperti apa yang telah kami paparkan diatas, setidaknya dapat kita lihat bahwa hubungan kedua negara tersebut sangat kurang harmonis. Lantas bagaimana pemerintah menyikapi dinamika hubungan politik luar negeri indonesia yang kurang harmonis ini? Sejauh ini pemerintah indonesia masih terus berusaha menjalin hubungan luar negeri yang baik dengan indonesia, mengacu pada prinsip indonesia dibawah pemerintahan presiden SBY dengan prinsip zero enemy thousands friends nya itu berusaha menyelesaikan segala sengketa melalui cara-cara soft diplomacy.
Dalam hal ini, Presiden Yudhoyono memaparkan sejumlah pertimbangan mengapa Indonesia perlu mengedepankan diplomasi mengatasi pergesekan dengan Malaysia. Dia mengingatkan hubungan kedua negara sudah terbina sejak lama, dan kerugian besar turut diderita rakyat Indonesia bila gesekan itu dibiarkan berkembang menjadi kekerasan.
Pertama, Indonesia dan Malaysia mempunyai hubungan sejarah, budaya dan kekerabatan sangat erat dan mungkin paling erat dibanding negara-negara lain, serta sudah terjalin ratusan tahun. Kedua, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah pilar penting dalam keluarga besar ASEAN.  ASEAN bisa tumbuh pesat selama empat dekade terakhir ini, antara lain karena kokohnya pondasi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.  Ketiga, yang tak kalah penting, ada sekitar dua juta warga Indonesia yang bekerja di Malaysia – di perusahaan, di kantor, di perkebunan, dan di rumah tangga.  Sementara itu, sekitar 13,000 pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia, dan 6,000 mahasiswa Malaysia belajar di Indonesia. Di sektor pariwisata, wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.  Sedangkan di bidang ekonomi dan perdagangan, investasi Malaysia di Indonesia 5 tahun terakhir (2005-2009) meliputi 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta.  Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009.  Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia – Malaysia sungguh kuat. (
http://metro.vivanews.com)
Kesimpulan
            Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang diapit oleh dua semudra dan dua benua. Hal ini menunjukkan bahwa letak strategis Indonesia menjadikannya sebagai negara yang memiliki peranan penting pada lingkup regional dan global. Terkait pada isu-isu regional Indonesia juga menjalin kerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Pada tingkatan regional Indonesia juga harus memenuhi kepentingan-kepentingannya dengan membentuk strategi dalam politik luar negerinya, yakni dengan memperkuat hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga. Namun hal ini juga menemui kendala, yaitu dengan adanya konflik dengan negara tetangga. Salah satu negara yang kerap menuai konflik dengan Indonesia adalah Malaysia. Sehingga Indonesia harus bertindak secara aktif dalam menyelesaikan sengketa yang ada diantaranya.
Referensi :
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan RI-Malaysia 1 September 2010. 2010. [online] dalam http://www.deplu.go.id/Pages/SpeechTranscriptionDisplay.aspx?Name1=Pidato&Name2=Presiden&IDP=676&l=id (diakses tanggal 21 november 2010)
Tabloid Diplomasi, Optimalisasi Hubungan RI – Malaysia Dan Stabilitas Kawasan. 2010 [online] dalam http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/102-4-article/953-optimalisasi-hubungan-ri-malaysia-dan-stabilitas-kawasan.html (diakses tanggal 21 november 2010)
Metro, RI Pilih Hadapi Malaysia dengan Diplomasi. 2010. [online] dalam http://metro.vivanews.com/news/read/174887-ri-pilih-hadapi-malaysia-dengan-diplomasi (diakses tanggal 21 november 2010)
Radar Lampung, Dinamika Indonesia-Malaysia. 2010. [online] dalam http://www.radarlampung.co.id/web/opini/tajuk/4128-dinamika-indonesia-malaysia.html (diakses tanggal 21 november 2010)
Barston, R.P. 1988. Modern Diplomacy. London: Longman.
Strategi Total Indonesia dalam Konektivitas ASEAN dan Asia. 2010. [online] dalam http://www.deplu.go.id/Pages/News.aspx?IDP=4171&l=id (diakses tanggal 21 November 2010)

Peranan ASEAN bagi Indonesia. 2010. [online] dalam http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=1917&type=99 (diakses tanggal 21 November 2010)

1 komentar:

hobi menjadi pekerjaan mengatakan...

Pengaruh politik luar negeri terhadap hubungan internasional yang dilakukan indonesia? Tolong jelaskan dan berikan contohnya

Posting Komentar