Jumat, 09 Maret 2012

Montesquieu’s Seperation Power


Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu, lahir pada 19 Januari 1689 di La Brède, dekat Bordeaux, dalam keluarga yang sejahtera. Ia dididik di Oratorian Collège de Juilly, menerima gelar sarjana hukum dari Universitas Bordeaux pada 1708, dan pergi ke Paris untuk melanjutkan studi hukum. Pada tahun 1715 ia menikah dengan Jeanne de Lartigue, seorang Protestan, dan memiliki seorang putra dan dua putri.
Ayah Charles Louis meninggal pada tahun 1713 dan beliau berada di bawah asuhan pamannya, Baron de Montesquieu. Paman beliau meninggal pada tahun 1716 dan meninggalkan Charles Louis kekayaannya, jabatannya sebagai presiden dari Parlemen Bordeaux, dan gelar Baron de Montesquieu. Kemudian Montesquieu menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Prancis dan Bordeaux, mempelajari hukum dan adat serta pemerintah negara-negara Eropa. Beliau memperoleh ketenaran pada tahun 1721 dengan tulisannya, Surat-surat Persia (Persian Letters), yang mengkritik gaya hidup dan kebebasan dari orang-orang kaya Perancis serta gereja. Namun, buku Montesquieu the Spirit of Laws, yang diterbitkan pada tahun 1748, adalah karyanya yang paling terkenal. The Spirit of Laws menjabarkan ide-ide beliau mengenai cara terbaik pemerintah akan bekerja. Montesquieu meninggal karena demam di Paris, meninggalkan esai yang belum selesai,  Encyclopedia of Diderot dan D'Alembert.
Montesquieu percaya bahwa segala sesuatu diciptakan dari aturan atau hukum yang tidak pernah berubah. Beliau mempelajari hukum-hukum ini secara ilmiah dengan harapan bahwa pengetahuan tentang hukum-hukum pemerintah akan mengurangi masalah-masalah masyarakat dan memperbaiki kehidupan manusia. Menurut Montesquieu, ada tiga bentuk pemerintahan yaitu, monarki (diperintah oleh seorang raja atau ratu), sebuah republik (diperintah oleh seorang pemimpin terpilih), dan sebuah despotisme (diperintah oleh seorang diktator). Montesquieu percaya bahwa pemerintah yang dipilih oleh rakyat adalah bentuk pemerintahan terbaik. Bagaimanapun juga, Montesquieu percaya bahwa kesuksesan sebuah demokrasi (sebuah pemerintah di mana rakyat memiliki kekuatan) tergantung pada balance of power yang bagus. Seperti yang dikatakan Montesquieu :

“Apabila kekuasaan legislative dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama, ataupun pada badan penguasa-penguasa yang sama, tidak mungkin terdapat kemerdekaan. Juga, tidak akan bisa ditegakkan kemerdekaan itu bila kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari kekuasaan legislative dan eksekutif. Apabila kekuasaan mengadili ini digabungkan pada kekuasaan legislative, kehidupan dan kemerdekaan kaulan-negara akan dikuasai oleh pengawasan sesuka hati, oleh sebab hakim akan menjadi orang yang membuat undang-undang pula. Apabila kekuasaan mengadili digabungkan pada kekuasaan eksekutif, hakim itu akan bersikap dan bertindak dengan kekerasan dan penindasan. Akan berakhir pulalah segala-galanya apabila orang-orang yang itu juga, ataupun badan yang itu juga (apakah badan ini terdiri dari orang-orang bangsawan atau rakyat banyak) yang akan menjalankan ketiga macam kekuasaan itu.”

Tidak seperti, misalnya, Aristoteles, Montesquieu tidak membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan keutamaan yang berdaulat. Perbedaan antara monarki dan despotisme, misalnya, tidak tergantung pada kebajikan raja, tetapi pada apakah atau tidak dia mengatur "dengan menetapkan dan mendirikan hukum-hukum" (Spirit of the Law 2.1). Setiap bentuk pemerintahan memiliki prinsip, sebuah "nafsu manusia yang diatur dalam gerak" (Spirit of the Law 3.1); dan masing-masing dapat menjadi rusak jika asasnya dirusak atau dihancurkan.
Montesquieu berpendapat bahwa pemerintah terbaik akan menjadi satu dimana power diatur oleh tiga kelompok pejabat. Beliau berpikir Inggris  yang membagi kekuasaan antara raja (yang menegakkan hukum), Parlemen (yang membuat undang-undang), dan para hakim dari pengadilan Inggris (yang menafsirkan hukum), adalah model yang baik mengenai pemikiran beliau. Montesquieu menyebutkan gagasan pembagian kekuasaan pemerintah menjadi tiga cabang sebagai separation of power. Dia pikir sangat penting untuk menciptakan pemerintahan terpisah dengan kekuatan yang sama tetapi berbeda. Dengan cara itu, pemerintah akan menghindari adanya terlalu banyak kekuasaan pada satu individu atau kelompok. Montesquieu menuliskan :

"When the [law making] and [law enforcement] powers are united in the same person... there can be no liberty."

Menurut Montesquieu, masing-masing cabang pemerintahan dapat membatasi kekuatan dua cabang lainnya. Walaupun begitu, tidak ada cabang pemerintahan yang dapat mengancam kebebasan rakyat. Idenya tentang pemisahan kekuasaan ini menjadi dasar bagi Konstitusi Amerika Serikat. Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan : Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasan membuat undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Dan Trias Politika ini adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh fihak yang berkuasa.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih kecuali yang sudah memenuhi persyaratan sebagai pemilih. Jadi dalam hal ini Trias Politica banyak digunakan atau diterapkan pada negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presidennya dan sebagai presiden itu bukan menjadi satu-satunya kekuasaan yang berwenang atas semua kekuasaan di negara itu jadi perlu adanya pembagian kekuasaan.
Selain itu beliau berpendapat bahwa kekuasaan legislatif sendiri harus memiliki kekuatan dalam pajak, sejak legislatif dapat menghilangkan eksekutif pendanaan jika yang terakhir mencoba untuk memaksakan kehendaknya secara sewenang-wenang. Demikian pula, kekuasaan eksekutif harus memiliki hak untuk memveto tindakan legislatif, dan legislatif harus terdiri dari dua rumah, masing-masing dapat mencegah aksi-aksi power yang lain. Judikatif harus independen baik pada legislatif dan eksekutif, dan harus membatasi diri untuk menerapkan hukum-hukum dalam kasus-kasus tertentu agar tetap dan konsisten, sehingga kekuatan judikatif menjadi seolah-olah berwibawa meskipun tidak terlihat secara nyata, dan orang-orang takut dengan institusi bukan takut dengan hakim. (Spirit of the Law 11.6).
Meskipun Montesquieu yakin dalam prinsip-prinsip demokrasi, ia tidak merasa bahwa semua orang sama. Montesquieu menyetujui perbudakan. Dia juga berpikir bahwa perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki dan bahwa mereka harus mematuhi perintah suami mereka. Namun, ia juga merasa bahwa perempuan juga memiliki kemampuan untuk memerintah :

"It is against reason and against nature for women to be mistresses in the house... but not for them to govern an empire. In the first case, their weak state does not permit them to be preeminent; in the second, their very weakness gives them more gentleness and moderation, which, rather than the harsh and ferocious virtues, can make for a good environment."

Dengan cara ini, Montesquieu berpendapat bahwa perempuan terlalu lemah untuk memegang kendali, tetapi ada ketenangan dan kelembutan kualitas yang akan sangat membantu dalam membuat keputusan dalam pemerintahan.

Sources :
  1. de Secondat, Charles, Baron de Montesquieu.1989.  The Spirit of the Laws. New York : Cambridge University Press.
  2. Geib, Richard J., BARON DE MONTESQUIE. 2006. http://www.rjgeib.com/.  26 Maret 2010.
  3. Stanford Encyclopedia of Philosphy.  2003. Baron de Montesquieu, Charles-Louis de Secondat. http://plato.stanford.edu/.   26 Maret 2010.
  4. Arifin, S.J. 2008. PEMIKIRAN POLITIK MONTESQUIEU DAN ROUSSEAU. http://www.insfre.org/. 26 Maret 2010.
  5. Tauda, Gunawan A. S.H. 2010. PEMBATASAN KEKUASAAN. http://gunawantauda.wordpress.com/. 26 Maret 2010.

0 komentar:

Posting Komentar